Kamis, 10 Februari 2011

Puisi dari Hati

Aku merindukannya
Mungkin dia juga merasanya
Aku masih memujanya
Mungkin dia juga memahaminya

Apa itu rasa
Aku tak tau apa jawabnya
Aku hanya ingin sederhana
Melibatkan diri dalam perasaannya

Aku hanya ingin dia berbahagia
Merasa bahwa aku selalu ada untuknya
Aku hanya ingin dia berbahagia
Bahwa aku ingin membawa tawa dalam setiap tangisnya

Berlalu biarlah berlalu
Lupakan sejenak citra diri
Jika benar masih ada harapan baru
Tak ada salahnya memperbaiki diri



Minggu, 06 Februari 2011

Renungan Sebuah Doa

Bapa Kami

Bapa kami yang ada di Surga
Dimuliakanlah namaMu
Datanglah kerajaanMu
Jadilah kehendakMU
 Di atas bumi seperti di dalam Surga
Berilah kami rejeki pada hari ini
Dan ampunilah kesalahan kami
Seperti kami pun mengampuni 
yang bersalah kepada kami
dan janganlah masukkan kami
ke dalam percobaan
tetapi bebaskanlah kami
dari yang jahat...

           Doa di atas adalah doa Bapa Kami. Saya yakin, setiap umat Kristiani pasti mengetahui doa itu. Doa itulah yang diajarkan Yesus kepada murid-muridNya. Menurut saya, doa ini sangat menyentuh. Dalam doa tersebut, terdapat pujian kepada Bapa, ada pengharapan, ada pula penyerahan diri manusia kepada Tuhan.

                Di tata acara misa di Gereja Katolik,doa ini biasa dinyanyikan setelah doa Syukur Agung. Ketika doa ini dinyanyikan, tangan saya akan menengadah, meminta berkat. Saya juga lihat, beberapa umat yang lain  saling bergandengan tangan. Entah kenapa, sore ini, saya terharu ketika menyanyikan lagu ini.Ada perasaan malu menjalari perasaan saya. Malu karena saya terlalu 'manusia' hingga perasaan dan pikiran saya lebih banyak dipenuhi dengan 'manusia' walaupun saya tau, kasih Tuhan selalu berlimpah pada saya.

               Saya memuliakan nama Tuhan, saya menguduskan nama Tuhan, tapi saya masih sering mempertanyakan : Di mana Tuhan ketika saya butuh pertolongan? Bagaimana saya tau di mana Tuhan hadir jika saya masih memelihara perasaan saya yang tak baik pada orang lain? Bagaimana saya tau kapan Tuhan akan datang, jika saya masih menutup diri dengan hal-hal yang membuat saya tak yakin bahwa Tuhan menemani saya?
              
               Saya berdoa jadilah kehendakMu, tapi saya tak sungguh-sungguh mengucapkannya. Dalam hati saya terselip sebuah penawaran. Menawar kehendak Tuhan, agar sesuai dengan kehendak saya.Saya juga memberikan 'janji' jika keinginan saya terpenuhi. Bukankah Tuhan sudah mengetahui lubuk hati saya yang sesungguhnya? Bukankah Tuhan dapat menilai ketulusan hati saya?

                Saya berdoa berilah rejeki hari ini, tapi saya tak pernah bersyukur atas rejeki hari ini. Bukankah Tuhan selalu memberikan saya rejeki agar saya tak kelaparan? Tapi saya masih merasa kurang. Benarlah teori ekonomi itu. Alat pemuas terbatas tapi keinginan manusia tak terbatas. Lagi- lagi, saya terjebak dengan pemikiran manusia.Saya, melihat ke atas, lupa dengan keadaan saya ketika di bawah. Rejeki saya tak pernah surut, Tuhan memberi saya kelimpahan, tapi saya selalu lupa berterimakasih atas rejeki itu. Lupa berterimakasih dengan selalu menghabiskan rejeki yang saya miliki dan tidak menggunakannya dengan baik.

            Saya berdoa, ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami tapi saya melakukan kesalahan yang sama lagi. Setiap hari, berulang. lagi, saya terjebak dalam janji palsu yang saya buat sendiri. Tapi, saya selalu berani meminta ampunan. Saya tak tau, apakah Tuhan mengampuni saya. Memaafkan saya. Saya hanya membuat analogi seperti ini: saya belum bisa memaafkan kesalahan orang lain, saya belum bisa menyambut kembali orang yang membuat saya terluka, kenapa saya begitu egois meminta ampunan Tuhan? Saya pun tak boleh egois menuntut orang lain memaafkan ataupun menerima saya kembali

            Saya hanya melihat saya, tidak melihat orang lain. Saya hanya mengaku saya, menutup hati mengaku yang lain. Saya hanya dapat menuliskan tulisan ini, hanya mencerna dalam teori semata. Maafkanlah, saya...
                  
         

Sabtu, 05 Februari 2011

Malam tak Selamanya Kelam

            Malam selalu menuliskan cerita
        Cerita tentang duka maupun cinta
        Malam selalu menemani yang muda maupun yang renta
        Malam selalu diiringi syukur dan segala pinta

kadang, malamku tak seindah malammu kawan
kadang, malamku tak sesuram malammu kawan
tapi aku selalu berharap malammu akan menjadi malam yang menawan
seperti jejaka yang selalu mencari seorang perawan

         baiklah, aku berjanji tak akan membuat malam ini menjadi suram
         walaupun langitnya enggan tersenyum secantik pualam
         di doa malamku aku bergumam
         malam tak selamanya kelam...

(Terbiasa) Melewati Badai (yang pasti berlalu)

          Hari ini saya mendapat kabar yang kurang mengenakkan. Papa opname di rumah sakit. Keluhannya sama : pusing yang berputar. Mungkin, vertigo kembali harus dilewati Papa. Dengan alasan observasi, Papa harus menginap di rumah sakit. Saya sedih, tentu saja. Kenyataannya, Papa sendiri di Jember. Lagi- lagi, tetangga yang baik hati yang mengantar ke rumah sakit. Sama, ketika mama juga sakit.
          Tuhan,Mama belum sembuh benar, Engkau memberikan sakit juga pada Papa. Kami, anak-anaknya tak berada di dekat mereka. Badai itu datang lagi, kata saya dalam hati. TIDAK!!! badai ini datang, tapi tidak akan membuat kami tenggelam di dalamnya.  Kakak saya yang pertama akhirnya pulang untuk menemani Papa. Minggu depan, kakak saya yang kedua akan pulang untuk menemani Mama. Saya? sebagai pemain cadangan yang keluar belakangan. Artinya saya akan pulang paling akhir .
           Saya meyakini, dalam setiap kehidupan manusia pasti akan mengalami badai kehidupan. Pernahkah Anda mendengar sebuah lagu : Badai Pasti Berlalu yang dinyayikan Alm. Chrisye? lagu itu pernah menjadi soundtrack hidup saya karena pengalaman patah hati saya. Nyatanya, saya patah hati lagi, bukan? Apakah saya terpuruk karena patah hati? Jelas... tapi apakah saya melarutkan diri dalam badai itu? TIDAK! karena seiring waktu berjalan, toh badai itu akan mereda...atau mungkin karena saya telah terbiasa menghadapi patah hati itu. Patah hati lama- lama menjadi mati hati.
           Atau, pernahkah Anda mengalami kesulitan keuangan? Saya pun pernah mengalaminya. Ketika gaji bulanan saya habis sama sekali,  saya membayar ongkos bis dengan recehan yang tersisa, seketika itu juga saya berkata : Badai ini pasti berlalu...toh saya hanya perlu bertahan sampai gaji masuk ke rekening saya. Saya berkaca pada orang2 yang tidak punya gaji bulanan seperti saya. Panas kepanasan, dingin kedinginan mencari uang. Coba tengok, berapa penghasilan loper koran, penjual tissue., penjual minuman di jalanan? Lagi, badai itu akan berlalu karena kita merasa beruntung mendapatkan badai yang tak seberapa dibanding orang lain.
           Pernahkah Anda merasa tidak diterima di lingkungan Anda? Saya pernah, jauh sebelum saya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, saya adalah oang yang sulit bergaul, tepatnya ketika masa kanak-kanak saya. Saya takut untuk ke sekolah, saya takut bermain dengan teman- teman di sekolah. Tapi sekarang??? saya senang bergaul dengan lingkungan yang baru. Badai mengajarkan kita untuk bertahan dari badai selanjutnya.
            Badai pasti berlalu, jika tidak berlalu, lama-kelamaan kita akan terbiasa melewatinya. Mengapa? karena kita punya akal dan rasa. Punya akal untuk mencari jalan keluar dan punya rasa untuk mengingat pahitnya badai itu jadi kita berusaha untuk menghindari badai yang sama, setidaknya untuk rasa pahit yang sama. Lalu, jika badai itu tak berlalu juga? Percayalah, insting kita sebagai manusia akan membuat kita terbiasa melewati badai itu. Bukankah biasa berarti tak aneh lagi dengan keadaan itu? Jalani saja badai itu dengan sepenuh hatimu..dan optimislah badai itu akan terlewati. SEMANGAT!!!!

                                    Petikan lagu Badai Pasti Berlalu
          awan hitam di hati yang sedang gelisah
          daun-daun berguguran
          satu satu jatuh ke pangkuan
          kutenggelam sudah ke dalam dekapan
          semusim yang lalu sebelum ku mencapai
          langkahku yang jauh

          kini semua bukan milikku
          musim itu telah berlalu
          matahari segera berganti

         gelisah kumenanti tetes embun pagi
         tak kuasa ku memandang dikau matahari

         kini semua bukan milikku
         musim itu telah berlalu
         matahari segera berganti

         badai pasti berlalu
         badai pasti berlalu
         badai pasti berlalu
         badai pasti berlalu


dedicated for: My beloved parents...get well soon pa, get well soon ma...I Love You !!!